Sabtu, 08 Juni 2013

Hak Atas Kekayaan Intelektual

 Kasus Pelanggaran Merek Dgang Antara 
PT Garudafood Dan PT Dua Kelinci



Abstraksi
Hak merek dilindungi dan telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. bila ada perusahaan-perusahaan yang dengan sengaja menggunakan merek yang sama dan dengan sengaja menyebarluaskannya maka perusahaan tersebut bisa dipidana dan didenda. Salah satu kasus pelanggaran hak  merek yaitu terjadi antara  PT Garudafood dan PT Dua Kelinci.
PT Garudafood merasa bisnisnya dirugikan karena merek dagang katom yang terlebih dahulu dipakai oleh PT Garudafood telah dipakai oleh PT Dua Kelinci dan sertifikat pendaftaran mereknya sudah keluar, karena PT Garudafood kalah cepat mendaftrakan merek dagangnya tersebut. PT Garudafoog berupaya keras agar daftar merek yang dilakukan oleh PT Dua Kelinci dapat dihapus.

Kata Kunci: Hak Intelektual, Merek dagang, PT Garudafood, PT Dua Kelinci.

Pendahuluan
            Perusahaan-perusahan kini semakin banyak berdiri seiring perkembangan dan kemajuan jaman. Banyak produk yang dihasilkan dan dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan, baik produk yang sudah ada dipasar ataupun produk pengembangan. Setiap produk yang dibuat pasti diberi merek dagang yang merupakan identitas dari suatu produk yang dibuat oleh sebuah perusahaan. Namun seringkali ada sebuah perusahaan yang meniru merk dagang yang sudah dipakai oleh perusahaan lain yang produknya sejenis.
            Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui undang-undang , sehingga bila ada perusahaan-perusahaan yang dengan sengaja menggunakan merek yang sama dan dengan sengaja menyebarluaskannya maka perusahaan tersebut bisa dipidana dan didenda.
            Adanya perusahaan yang menggunakan hak merek dagang perusahaan lain, akan membuat perusahaan lain menderita kerugian. Seperti pada salah satu kasus pelanggaran hak merek dagang PT Garudafood Putra Putri Jaya dan PT Dua Kelinci.  PT Garudafood merasa dirugikan karena PT Dua Kelinci karena menggunakan merek dagang yang dtelah dipakai PT Garudafood.

Studi Pustaka Merek Dagang
Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Berbeda dengan produk sebagai sesuatu yg dibuat di pabrik, merek dipercaya menjadi motif pendorong konsumen memilih suatu produk, karena merek bukan hanya apa yg tercetak di dalam produk tetapi merek termasuk apa yg ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikannya.
Merek merupakan kekayaan industri yang termasuk kekayaan intelektual. Di Indonesia, hak merek dilindungi melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Jangka waktu perlindungan untuk merek adalah sepuluh tahun dan berlaku surut sejak tanggal penerimaan permohonan merek bersangkutan dan dapat diperpanjang, selama merek tetap digunakan dalam perdagangan.
Setiap produk yang mempunyai merek harus segera didaftarkan. Fungsi pendaftaran merek yaitu sebagai alat bukti bagi pemilik yang berhak atas merek yang didaftarkan. Sebagai dasar penolakan terhadap merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya yang dimohonkan pendaftaran oleh orang lain untuk barang/jasa sejenis. Dan sebagai dasar untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama keseluruhan atau sama pada pokoknya dalam peredaran untuk barang/jasa sejenis. Adapun hal-hal yang menyebabkan suatu merek tidak dapat didaftarkan yaitu, didaftarkan oleh pemohon yang tidak beritikad baik. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum. Tidak memiliki daya pembeda. Telah menjadi milik umum. Dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. (Pasal 4 dan Pasal 5 UU Merek).

Kasus Pelanggaran Merek Dagang
PT Garudafood Putra Putri Jaya dan PT Dua Kelinci adalah dua perusahaan makanan yang memperebutkan nama KATOM sebagai merek produk kacang atom yang diproduksi kedua perusahaan itu. Garudafood yang merasa didahului Dua Kelinci untuk mendaftarkan nama itu ke Direktorat Jenderal Hak Atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI), menggugat Dua Kelinci di Pengadilan Niaga Semarang. Garudafood berang terhadap Dua Kelinci, karena perusahaan yang memproduksi berbagai macam produk makanan itu, merasa sejak tahun 1995 sudah memproduksi kacang atom yang kemudian disingkat KATOM.
Menurut kuasa hukum Garudafood, Robert Eduard, pada tahun 2002 biro iklan Garudafood mempunyai ide untuk melakukan penyingkatan nama kacang atom menjadi KATOM, agar nama kacang atom itu mudah diingat masyarakat. Bahkan, pada tahun 2003, nama KATOM itu pun diiklankan oleh Garudafood, serta dipromosikan agar citranya semakin melekat di masyarakat. Sayangnya nama itu baru didaftarkan oleh Garudafood ke Ditjen HaKI pada 30 Maret 2004. Nama KATOM itu didaftarkan ke semua kelas, mulai dari kelas 1 hingga kelas 45. Menurut Robert, pada saat pendaftaran merek itu sebagaimana lazimnya pada awal proses pendaftaran dilakukan proses pemeriksaan. Hasilnya, kecuali untuk kelas 29 dan 30, tidak diketemukan merek KATOM atas nama siapa pun. Karena itu sebagian besar pendaftaran merek KATOM oleh Garudafood telah disetujui dan keluar sertifikatnya pada 10 Oktober 2005.
Pendaftaran merek kelas 29 dan 30 itu, adalah kelas merek untuk jenis barang kacang-kacangan dan snack atau kue-kue kering. Menurut Robert, karena tak ada pemberitahuan pihaknya kemudian menyelidiki penyebabnya. Ternyata karena adanya pendaftaran merek yang sama yang dilakukan Hadi Sutiono. Pendaftaran itu selisihnya 10 hari, yaitu 16 Maret 2004, sebelum klien kami mendaftarkan merek itu. Hadi tak lain adalah pemilik perusahaan makanan PT Dua Kelinci. Sertifikat pendaftaran merek KATOM yang dilakukan Hadi itu, dikeluarkan Dirjen HaKI pada 19 September 2005. Menurut Robert, sebagai pemilik sekaligus pemakai pertama dari merek KATOM itu, maka keluarnya sertifikat pendaftaran merek atas nama Hadi Sutiono, jelas sangat merugikan bisnis kliennya.
Karena itulah Garudafood kemudian menggugat Hadi di Pengadilan Niaga Semarang. Dalam gugatannya disebutkan, bahwa Hadi telah mendaftarkan merek KATOM dengan iktikad tidak baik. Yang dimaksud iktikad tidak baik di sini, menurut Robert, adalah karena Hadi mengambil keuntungan atas reputasi dari merek KATOM milik kliennya. Sebab, dalam menggunakan nama itu Hadi tak perlu mengeluarkan biaya promosi maupun berusaha untuk membangun reputasi sendiri. Di mata pengacara Garudafood itu, hal ini berpotensi menimbulkan kerancuan dan kebingungan di masyarakat. Atas dasar itu, selain meminta agar Pengadilan Niaga Semarang membatalkan nama KATOM yang didaftarkan oleh Hadi Sutiono, Robert juga menuntut merek KATOM ditetapkan sebagai milik Garudafood. 
Alasan dari gugatan itu, pertama karena Garudafood adalah pemilik dan pemakai pertama. Seperti dituturkan Hadi, antara lain, sejak tahun 1995 kliennya telah memproduksi kacang atom dan memasarkannya, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, dengan merek KATOM. Kemudian merek KATOM yang didaftarkan Hadi, menurut Robert, juga mempunyai persamaan pada keseluruhannya dengan merek KATOM milik Garudafood untuk barang sejenis, sesuai Pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 

             Hadi bersikukuh sebagai pemilik pertama merek dagang KATOM sesuai keputusan Ditjen HaKI, pada 15 September 2005. Kurniawan, kuasa hukum PT Dua Kelinci mengatakan, kliennya sudah memakai merek KATOM sejak mendapat pengesahan dari Ditjen HaKI dan sampai sekarang masih memproduksi dengan nama merek itu. Kurniawan mengakui, memang sejak dulu banyak perusahaan yang menjual jenis kacang atom dalam kemasan dengan berbagai merek. Namun, menurutnya, perusahaan yang menjual kacang atom bermerek KATOM hanyalah Dua Kelinci. Tak lupa, Kurniawan pun membantah tudingan bahwa kliennya memiliki iktikad kurang baik dalam mendapatkan merek tersebut. Alasannya, karena secara material merek KATOM berbeda dengan kacang atom yang telah disosialisasikan oleh penggugat. Selain itu, menurutnya, kliennya sudah menjual kacang atom dengan merek KATOM sesuai prosedur hukum, yakni memproduksi setelah mendapat pengesahan dari HaKI.
 Selain menggugat Hadi, dalam gugatan Garudafood juga disebutkan turut menggugat Direktorat Jenderal HaKI. Abdul Bari Azed, Dirjen HaKI mengakui, sengkarut merek itu dikarenakan Indonesia masih menganut sistem siapa yang mendaftar pertama. Namun, ia mengemukakan, jika ada pernyataan dari owner (pemilik merek pertama) bahwa suatu merek itu adalah miliknya, maka kalau ada pihak lain yang mendaftarkan merek tersebut, maka si pemilik merek pertama itu bisa menggugatnya ke pengadilan. Jadi, upaya yang ditempuh oleh Garudafood di Pengadilan Niaga Semarang, menurut Azed, sudah tepat. Soalnya, Ditjen HaKI tidak bisa mencoret kepemilikan sebuah merek secara sepihak.  Nanti, setelah itu berkekuatan hukum tetap, HaKI pasti mencoret merek yang telah lebih dulu didaftarkan itu. Dan si pendaftar pertama itu tak boleh lagi memakai nama merek tersebut serta menarik produknya.
Adapun upaya kedua yang dapat dilakukan penggugat ialah penghapusan. Menurut Bari Azed, penghapusan itu merupakan kewenangan dari Direktorat Jenderal HaKI. Aturan penghapusan dapat diberlakukan jika si pemilik merek dibuktikan selama 3 tahun tidak memproduksi barang tersebut. Atau juga dia memakai merek tersebut tidak sesuai dengan peruntukannya.

Kesimpulan
PT Garudafood Putra Putri Jaya dan PT Dua Kelinci adalah dua perusahaan makanan yang memperebutkan nama katom sebagai merek produk kacang atom yang diproduksinya. Memang bila dilihat dari kasus pemilik awal dari merek katom yaitu PT Garudafood melakukan sedikit kesalahan dengan terlambat mendaftarkan merek dagangnya itu sehingga PT Dua Kelinci mendaftrakan merek dagang katom itu terlebih dahulu. Tapi tetap saja pihak PT Dua Kelinci bisa dianggap bersalah karena telah memakai merek dagang dari PT Garudafood. PT Dua Kelinci memang secara langsung telah melanggar hak merek dagang katom kepunyaan PT Garudfood, dan walaupun  pendaftaran merek yang diajukan PT Dua Kelinci dilakukan lebih dahulu namun kemungkinan pendaftaran itu bisa dihapuskan karena PT Garudafood yang pertama kali memakai merek dagang tersebut.

Referensi:
Gambar:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar